Selasa, 13 Maret 2018

Anak Laki-laki dalam Senja - kumpulan cerpen Mo Yan & Yu Hua



Penulis Mo Yan & Yu Hua
Ukuran : 13,5 x 20 cm
Isi : 108 halaman kertas bookpaper 57,5 gram
Cetakan I, 2018
Genre : Kumpulan Cerpen
ISBN: 978-979-1032-83-9

Orang-orang itu membeku seperti patung tanah liat, menganga saat dia mengepakkan lengannya dan melayang di atas mereka, lalu mulai terbang, cukup pelan hingga mereka bisa menginjak bayangannya jika mereka mengejarnya. Dia hanya enam atau tujuh meter di atas kepala mereka, tapi, oh, sungguh anggun, begitu cantik. Hampir semua keanehan yang bisa kau pikirkan telah terjadi di kota Gaomi di Timur Laut, tapi ini adalah kali pertama seorang perempuan naik ke langit. (Membumbung Tinggi)

Sapi itu kuning keemasan, kecuali wajahnya, yang anehnya berwarna putih. Aku belum pernah melihat sapi jantan berwajah putih sebelumnya. Sapi jantan itu dikebiri, dan caranya memandangmu dari sudut salah satu matanya sudah cukup membuat ujung rambutmu berdiri. Sekarang setelah kuingat kembali, begitulah mungkin penampilan orang kasim. Pengebirian mengubah sifat manusia, begitu pula dengan sapi jantan. (Sapi Jantan)

"Kamu lupa ya?" tanya Ayah. "Kita di sini untuk mendapatkan obat untuk nenekmu. Kita harus bergerak cepat, sebelum pemangsa mayat muncul."
Kata-kata itu masih bergema di telingaku saat kulihat tujuh atau delapan ekor anjing liar, dengan berbagai warna, menyeret bayangan panjang mereka dari dasar sungai ke arah kami. Mereka menyalak ke arah kami. (Obat)

Tenggorokan anak laki-laki itu terjepit rapatnya kerah sampai tak bisa mengunyah. Matanya berkaca-kaca dan pipinya membengkak. Sebagian apel yang digigitnya masih ada di dalam mulut. Sun Fu mencengkeram kerah dengan satu tangan dan meremas leher si bocah dengan tangan lainnya. "Muntahkan! Muntahkan!" teriaknya. (Anak Laki-Laki Dalam Senja)

"Li Hanlin berselingkuh. Dia berhubungan dengan seorang wanita di belakangku. Namanya Qingqing. Aku baru tahu hari ini. Mereka bertemu, mengobrol di telepon, dan saling berkirim surat. Aku mendapatkan surat-surat yang wanita itu kirimkan kepadanya. Mereka sudah saling kenal selama lebih dari satu tahun…" (Kemenangan)


Mo Yan
Guan Moye yang lebih dikenal dengan nama pena Mo Yan lahir di Gaomi, Provinsi Shandong, pada 17 Februari 1955. Dia memilih nama pena yang artinya “Jangan Bicara” untuk mengingatkan dirinya yang dikenal suka bicara blak-blakan agar lebih menahan diri.
Dia telah menerbitkan puluhan cerita pendek dan novel. Novel pertamanya “Hujan Turun di Malam Musim Semi” terbit pada 1981. Namanya mulai dikenal pembaca Barat di tahun 1987 lewat novel “Klan Sorgum Merah”.
Penulis yang disebut memiliki gaya “realisme halusinasi” dan menggabungkan cerita rakyat, sejarah, dan kehidupan modern ini dianugerahi penghargaan Nobel sastra pada 2012.

Yu Hua
Yu Hua lahir pada 3 April 1960 di Hangzhou, Provinsi Zhejiang. Dia membuka praktek dokter gigi selama lima tahun sebelum memutuskan menulis cerita fiksi pada 1983. Alasannya berhenti menjadi dokter gigi karena dia tak suka melihat ke dalam mulut orang sepanjang hari. Menulis membuatnya menjadi lebih kreatif dan lebih bisa mengatur waktu untuk diri sendiri.
Yu Hua telah menulis empat novel, enam kumpulan cerita pendek, dan tiga kumpulan esai.  Novelnya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, antara lain Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Belanda, Korea, Jepang, dan lain-lain.

Foto-foto diambil dari:
https://www.thedailybeast.com/
https://www.thebeijinger.com/


8 Bahasa Cinta - Apri Swan Awanti, dkk


Penulis
Apri Swan Awanti, dkk.
Ukuran : 13,5 x 20,5 cm
Isi : 284 halaman kertas bookpaper 57,5 gram
Cetakan I, 2018
Genre : Kumpulan Cerpen
ISBN: 978-602-0947-75-4


Apri Swan Awanti | Dharmawati TST  |  Ida Ahdiah |  Ninuk R. Raras
Sanie B. Kuncoro | Tita Tjindarbumi | Tuti Nonka | Widyawati Puspita Dewi 


8 perempuan, 8 kisah hidup, 8 karakter, 8 imajinasi, 8 kenangan dan 8 gaya bertutur, bersama menjalin persahabatan dan mengabadikannya dalam antologi 8 Bahasa Cinta.

Delapan perempuan yang dipertemukan oleh talenta dan cinta pada dunia buku, dunia literasi.
Delapan perempuan yang merajut persahabatan justru karena beragam perbedaan, tanpa pernah saling mempersoalkan latar kehidupan masing-masing.

Semoga antologi 8 Bahasa Cinta menginspirasi dan menumbuhkan persahabatan kepada kita semua, sebagaimana cinta menjelma menjadi perekat bagi persahabatan setiap insan di seluruh dunia.


Kapamedharsabdan & Renggeping Wicara - Suliyanto, S.Pd., M.Pd.

 
Pemesanan hubungi: 0815 4879 2117

Sentuh Papua - novel Aprila Wayar


Penulis Aprila  Wayar
Ukuran : 14 x 20,5 cm
Isi : 376 halaman kertas bookpaper 57,5 gram
Cetakan 1, 2018
Genre : Novel, Sastra
ISBN 978-602-0947-72-3

Di antara masa lalu yang kelam dan masa depan yang tidak menentu, seorang jurnalis muda asal Belanda dengan akar budaya Amerika Selatan melakukan perjalanan jurnalistik tak terlupakan ke jantung pulau Papua untuk mencari jawaban tentang Nieuw Guinea Post-Colonial.

Dilengkapi dengan kamera sederhana dan beberapa  ratus euro, ia melintasi hutan Papua yang berbahaya untuk mencari pejuang kemerdekaan  Papua yang terus bergerilya melawan  pemerintah Indonesia

Dalam perjalanan rahasia dan berbahaya ini, ia selalu berupaya menghindari agen intelijen dan  aparat keamanan yang kejam Ia bertemu dengan tahanan politik, pemimpin gereja, aktivis dan seorang perempuan muda Melanesia yang mengubah jalan hidupnya.


Aprila Wayar adalah jurnalis dan novelis Papua. Novel pertamanya Mawar Hitam Tanpa Akar terbit pada 2009.  Novel keduanya Dua Perempuan terbit pada 2013. Saat ini Aprila mulai lagi menulis novel keempatnya.
Twitter @AprilaWayar
Fb Aprila Wayar

Promo: Menyuilam Kata Menyelami Realita - Susanto Polamolo




Meyulam Kata Menyemai Realita - Susanto Palamolo


Penulis Susanto Palamolo
Ukuran : 14 x 20,5 cm
Isi : 176 halaman kertas bookpaper 57,5 gram
Cetakan I, 2018
Genre : Esai
ISBN 978-602-0947-76-1



Dengan demikian, buku ini tak lebih sama nasibnya dengan buku-buku lainnya: sebagai tempat mencatatkan pengetahuan, menyoalnya, menjajal, mengkaji, lalu dihabisi, untuk kemudian dituliskan kembali...
 -Susanto Polamolo-



Buku kumpulan tulisan yang menarik. Mengulas banyak tentang Panca Sila sebagai falsafah (pandangan hidup) bangsa Indonesia dalam bingkai Konstitusi (UUD 1945). Uraiannya lengkap disertai dengan tinjauan kritis atas kondisi bangsa Indonesia, khususnya berkaitan dengan eksistensi Panca Sila dan UUD 1945. Ulasan tentang sejarah pemerintahan Islam juga menarik. Buku yang layak menjadi referensi semua kalangan.”
Hasanuddin Djadin. Pemimpin Redaksi Gorontalo Post.

Hukum tidak hanya dimaknai sebagai sesuatu yang normatif. Dalam tulisan-tulisan Saudara Susanto Polamolo, hukum berkelindan dengan banyak persoalan keilmuan; sosial-politik, budaya, bahkan filsafat.”
Puguh Windrawan. Akademisi. Pemimpin Redaksi Majalah Pranala dan Peneliti Senior di Pusham-UII. Anggota Bidang Riset di LPBH PWNU DIY 2017-2022.

Persoalan kebangsaan, di Indonesia senantiasa riuh dengan pelbagai perdebatan tak kunjung usai. Tarik menarik Panca Sila, misalnya, seringkali menjadi distorsi pada tingkat implementasinya. Para elit politik yang terbelah menjadi dua polar kepentingan, seperti halnya yang dipertunjukkan dalam drama politik akhir-akhir ini, mereka sibuk membangun stereotipe dan propaganda. Satu sama lain saling menuduh tak pancasilais. Masyarakat pun pada akhirnya gamang dan rapuh memaknai nilai-nilai kebangsaan yang sesungguhnya, dan sulit menginternalisasi nilai Panca Sila ke dalam diri. Buku Menyulam Kata-Menyelami Realita (I) yang disusun secara menarik oleh Susanto Polamolo (ilmuwan muda HTN yang dipenuhi hasrat pembaharuan), setidaknya dipenuhi semangat dan kegelisahan untuk mendudukkan pelbagai tafsir itu pada semua tempat yang seharusnya. Seperti tulisnya, “sampai di titik ini, kita perlu mengajukan pertanyaan kembali, apakah semua persoalan sejarah di Indonesia ini adalah politik? Jika benar, maka, sejarah adalah milik penguasa”—(Gelap-Terang Kisah Panca Sila-Bagian I). Buku ini, sepenuhnya layak dibaca masyarakat sebagai perenungan.
Ranang Aji SP. Pemimpin Redaksi KoranOpini[dot]Com.

Orang hukum biasanya membaca Panca Sila dan Konstitusi (UUD 1945) secara tekstual dan memakai sudut pandang kajian hukum normatif. Konteks historisnya kadang terabaikan.
(Padahal, para penyusunnya adalah manusia-manusia kaya gagasan, yang merancang Pancasila dan teks konstitusi dengan dukungan tinjauan filosofis, ekonomi-politik, dan budaya.)
Bung Susanto Polamolo melalui goresan penanya mengajak kita membaca Panca Sila dan konstitusi dengan mendayung ke konteks historisnya, lalu berselancar ke konteks kekinian. Tidak hanya itu, analisanya dipertajam oleh pengetahuan filosofis dan kultural yang kuat.
Rudi Hartono. Pemimpin Redaksi BerdikariOnline[dot]com.

Menyusuri narasi dari Susanto Polamolo, mulai ihwal Panca Sila, korupsi, hingga tema-tema politik praktis, rasanya seperti melihat usaha penuh energi khas anak muda yang mau berpeluh menggosok sesuatu yang karatan agar kinclong; nalar kita.”
Syam Terrajana. Perupa dan Jurnalis. Editor in chief DeGorontalo[dot]co. dan mantan pacar seseorang.