Senin, 21 Mei 2012

Bukukatta: Mengangkat Penulis Solo dari Penerbit Rumahan, artikel Solopos Selasa 22 Mei 2012

Ada banyak penerbit buku yang bermunculan di Solo. Sayangnya tak semuanya menampung karya penulis asal Solo dan lebih mengandalkan penulis luar atau buku terjemahan. Namun ada segelintir penerbit kecil yang konsisten menggarap potensi ini, di antaranya adalah Buku Katta.

Hampir semua buku yang pernah digarap oleh penerbit yang diirintis Yudhi Herwibowo ini berasal dari tulisan orang-orang Solo, seperti Anton WP, Andri Saptono dan lainnya. Yudhi pun berani mengambil tulisan-tulisan dari orang-orang yang selama ini belum punya nama besar sebagai penulis. “Yang penting saya pegang orang-orang kompeten di bidangnya. Misalnya saya tahu Eka (salah satu penulis) itu kompeten dalam pengetahuan umum, saya pegang dia,” katanya saat ditemui Espos, Sabtu (19/5) lalu.
Kini, 50-an buku yang dilahirkan dari Buku Katta. Buku-buku itu memang tidak hanya berasal dari satu genre saja, mulai dari sastra, biografi, pengetahuan umum, dongeng hingga tema-tema ringan seperti status gokil di jejaring sosial.

Awalnya Yudhi memang hanya menerbitkan buku-buku bergenre sastra seperti idealismenya. Karena buku sastra lebih sulit dijual, dia pun ikut merambah tema biografi. Setelah itu dia pun membuka diri dengan tema-tema yang diperkirakan bisa diterima pasar. Seperti penerbit lain, Yudhi pun menerima naskah-naskah dari banyak penulis. “Dulu saya banyak menerima penulis yang masuk, sayangnya banyak yang enggak sesuai dengan keinginan saya.”

Dari situlah Yudhi menempuh cara baru dalam mencari tulisan yang dia inginkan. Di Solo, dia mengenal banyak orang yang kemudian dibidik untuk menjadi penulis buku. Tidak mesti harus penulis profesional, tapi punya potensi dan kemampuan untuk menulis di bidang tertentu.

Aktivitasnya dalam komunitas sastra seperti Pawon Sastra membuatnya leluasa untuk menemukan nama-nama baru sebagai penulis. Yudhi menawari mereka untuk menulis buku dengan tema tertentu. “Saya tawari mereka untuk menulis buku. Jadi sekarang saya jemput bola untuk mendapatkan tulisan yang berkualitas.”

Meskipun usaha penerbitannya masih berstatus sebagai home publishing, Yudhi tidak berniat untuk selalu menuruti tren keinginan pasar. Belajar dari berbagai contoh jatuh bangunnya buku-buku yang dengan cepat mengalami boom namun akhirnya gampang ditinggalkan orang, kini dia lebih menyukai naskah-naskah yang lebih punya nilai. Misalnya dia lebih suka menerbitkan biografi, pengetahuan umum atau mitologi yang tidak gampang hilang di kalangan pembaca. “Buku-buku seperti ini lifecycle-nya lebih panjang. Beda dengan buku-buku yang cepat boom, begitu turun ya sudah, habis,” ujarnya.

Meskipun demikian, Yudhi sendiri justru sangat jarang menerbitkan karyanya sendiri di Buku Katta. “Buku saya sendiri baru satu yang diterbitkan sendiri, ini mau dua. Biasanya memang lebih banyak di Bentang, Tiga Serangkai, Diva dan Balai Pustaka,” katanya. “Ada kepuasan tersendiri kalau tulisan saya diterbitkan oleh penerbit besar.”

Awalnya kemunculan Buku Katta sebagai penerbit bukan hanya membuka ruang bagi para penulis lokal untuk menerbitkan buku, melainkan juga untuk menghidupi para karyawan percetakan milik Yudhi. Dulu sebelum mendirikan penerbitkan, Yudhi mendirikan sebuah percetakan kecil. Karena tak setiap hari ada order datang, mesin pun tak setiap saat beroperasi. Dia pun harus mencari job lain untuk bisa menghidupi karyawannya.

Dari situlah penerbitan itu dimulai. Menggunakan satu mesin cetak, Yudhi nyaris merintis penerbitan itu seorang diri. Dari mencari naskah, me-layout, hingga distribusi, semuanya dilakukan sendiri. Padahal saat itu penerbitannya bisa meluncurkan dua sampai tiga judul buku setiap bulan. “Waktu itu cetaknya masih sedikit, yaitu 1.000 eksemplar tiap judul.”

Kini dengan masuk ke distributor besar, penerbit ini dituntut untuk mencetak minimal 3.000 eksemplar setiap judul buku. Yudhi pun harus mengeluarkan modal lebih besar karena kini dia menggunakan jasa cetak di Jakarta. Karena itu pula dia mesti menerbitkan judul berkualitas agar bukunya tidak jatuh di pasar.


foto: truly rudiono
sumber: http://www.solopos.com/2012/lifestyle/fokus-lifestyle/mengangkat-penulis-solo-dari-penerbit-rumahan-187555

Promo Istimewa Paket Misteri2 Terbesar Juni - Juli 2012



Entertainigma: Hiburan dalam Misteri, review Febrie Hastiyanto di Rumah Baca



Tak keliru bila cerdik cendekia mengatakan bila hidup adalah misteri. Namun rupanya sudah menjadi tabiat manusia, bila sesuatu yang samar, atawa diliputi misteri justru menarik untuk dikaji. Ketidaktahuan kemudian menjadi tamasya intelektual yang mengasyikkan. Oleh rezim kapitalisme misteri kemudian sekaligus direproduksi, dibumbui dengan rupa-rupa tragedi, epik, romatisme, dan ketakberdayaan yang mengharukan. Ketidaktahuan dibuka, namun sekaligus diselimuti dengan ketidaktahuan itu sendiri. Ketidaktahuan dirayakan, dan pada saat yang sama ketidaktahuan disimpan rapat-rapat. Jadilah apa yang saya sebut sebagai entertainigma: menghibur dengan misteri, misteri yang menghibur. Sahabat saya Eka Nada Shofa Alkhajar membedah misteri-misteri yang paling ingin diketahui manusia ini dalam bukunya Manusia-Manusia Paling Misterius di Dunia: Menguak Mitos dan Legenda (Bukukatta, 2012). Sebelumnya Eka telah menulis buku dengan semangat merayakan kepenasaran publik pada isu kepahlawanan melalui buku pertamanya Pahlawan-Pahlawan yang Digugat: Tafsir Kontroversi Sang Pahlawan (Bukukatta, 2008).

Dalam kajian cultural studies, legenda, mitos, maupun fakta yang terselubungi legenda dan mitos sebagai produk budaya telah menjadi media produksi yang selalu dikomodifikasi melalui rupa-rupa produk kebudayaan: film, lagu, novel, game, komik, hingga paket wisata. Fakta yang diselubungi mitos dan legenda itu antara lain kisah Jack the Ripper, pembunuh pelacur diLondon yang sadis sekaligus belum terungkap hingga kini. Jack the Ripper terkenal karena diduga telah membunuh 11 pelacur dengan detail pembunuhan yang menyesakkan kemanusiaan kita: masing-masing korban dimutilasi, sayatan dan tusukan “ambisius” di sekitar perut dan kemaluan, organ-organ dalam seperti ginjal, usus maupun jantung yang terburai atau di letakkan di sisi korban.

Kengerian publik London antara 3 April 1888 hingga 13 Februari 1891 berakhir antiklimaks. Banyak spekulasi, teori, bantahan, argumentasi baru terhadap Jack the Ripper yang bermuara pada pertanyaan: siapakah dia? Hingga kini jati diri Jack the Ripper belum terungkap secara memuaskan oleh publik, selain kenyataan Kepolisian London memang tak pernah berhasil mendakwa seorang pun sebagai Jack the Ripper. Sejumlah kemungkinan “tersangka” dialamatkan pada banyak pihak. Sebagian kalangan yakin pelakunya keluarga kerajaan Inggris bergelar pangeran. Sebagian lagi percaya pelakunya dokter bedah, tukang jagal, pelaut yang frustasi hingga Lewis Carrol, penulis Alice in Wonderland.

Enigma semakin ngeri-ngeri sedap ketika muncul keyakinan kepolisian Inggris bukan tak berhasil menemukan pelaku. Komisari-komisaris Kepolisian London sesungguhnya telah mengetahui jati diri Jack the Ripper, namun menahan diri untuk mempublikasikan siapakah gerangan Jack the Ripper untuk menjaga masyarakat dari goncangan psikologis akibat publisitas itu. Teori lain menyebutkan Jack the Ripper sesungguhnya hanyalah bualan. Benar, bahwa terjadi rangkaian pembunuhan selama hampir 3 tahun di London namun masing-masing sesungguhnya tak memiliki keterkaitan.

Harian The Star dianggap melakukan rekayasa pemberitaan dengan mengekspose kejadian “kriminal biasa” ini, termasuk memberi nama Jack the Ripper melalui surat bertulis-tangan yang mengaku sebagai pembunuh yang selama ini dicari. Surat itu ditandatangangi oleh Jack the Ripper, sehingga publik London tahu siapa (nama) pelakunya, tetapi tak pernah tahu siapa orangnya. Analisis pakar tulisan tangan Elaine Quigley menyebutkan surat Jack the Ripper sesungguhnya ditulis Frederick Best, wartawan The Star. Dugaan ini hingga kini masih menyisakan misteri, namun yang pasti The Star pernah mencatat oplah sebanyak 232.000 eksemplar ketika menurunkan berita-berita sensasional mengenai Jack the Ripper. Angka 200 ribu lebih eksemplar tentu jumlah yang signifikan untuk sebuah penerbitan di akhir abad XIX.

Eka dalam bukunya masih bercerita soal banyak hal. Diantaranya siapakah jatidiri Man in the Iron Mask yang ditemukan tinggal kerangka terantai di dinding Penjara Bastille, saat penjara itu diserbu rakyat ketika Revolusi Perancis dimulai. Apakah Man in the Iron Mask benar saudara kembar Louis XIV? Masih ada kisah Nostradamus, penulis The Centuries yang berisi 1.000 sajak empat baris penuh makna yang sekaligus mengukuhkannya sebagai “Sang Pelihat”. Nostradamaus dianggap peramal paling penting yang mampu memprediksi banyak peristiwa seperti Perang Dunia II hingga robohnya menara kembar WTC. Tak ketinggalan Eka mengupas legenda yang “merecoki” fakta mengenai King Arthur, Raja Inggris pada zaman pertengahan (medieval) bahkan lebih lawas lagi: Arthur diyakini hidup pada akhir abad V Masehi hingga awal abad VI Masehi. Meskipun telah lama meninggal sejumlah kalangan percaya King Arthur akan kembali menjadi penyelamat tatkala Inggris berada dalam bahaya.

Sabagi Master Komunikasi yang menyelesaikan studi dengan predikat cumlaude, Manusia-Manusia Paling Misterius di Dunia ditulis oleh Eka dengan memikat. Kajian cultural studies sebagai pengantar buku ini juga menarik karena Eka mampu menggambarkan bagaimana gurita kapitalisme mampu mempengaruhi peradaban manusia hari ini, dengan skema, pola, dan modus operandi yang tak terbayangkan sebelumnya. Meskipun kesan bahwa kepustakaan buku ini banyak diunduh dari dunia maya (internet) tak terhindarkan, Eka menjauhkan bukunya dari kesan copy dan paste belaka. Eka melakukan verifikasi teks dan konteks dengan teliti, melakukan teknik trianggulasi ketika melakukan kritik intern dan kritik ekstern atas referensinya. Referensi berbahasa Inggris semakin melengkapi kajian Eka, selain dapat pula dimaknai sebagai “sumber primer” apalagi setting kisah-kisah manusia misterius ini memang banyak terjadi di Eropa. Melalui buku ini Eka mengajak kita merayakan entertainigma melalui bukunya yang nyaris tanpa cela.


Febrie Hastiyanto, Kontributor Rumah Baca, dan bergiat dalam Kelompok Studi Idea Tegal. Alumnus Sosiologi FISIP UNS.


http://rumahbaca.wordpress.com/2012/05/15/entertainigma-hiburan-dalam-misteri/

Manusia-manusia Paling Misterius di Dunia, resensi Review Buku



Kalau bisa, saya akan meminta agar Batman ditulis tanpa seorang pembaca pun tahu siapa yang menjadi sang superhero. Kalau mungkin saya akan meminta agar V mati karena bom sehingga sampai akhir hayatnya pun tak seorang pun yang tahu siapa orang di balik manusia bertopeng itu. Kemisteriusan dari tokoh cerita seperti ini yang meninggalkan kesan mendalam pada pikiran saya.

Buku yang ditulis oleh Eka Nada Shofa Alkhajar ini berisi enam tokoh dunia yang dianggap misterius, yang dibicarakan di seluruh dunia karena kemisteriusannya, dan belum ada satupun analisis yang benar – benar memuaskan untuk menguak siapa sebenarnya tokoh – tokoh itu. Diawali dengan Jack The Ripper, pembunuh yang menghabisi 11 nyawa manusia mulai dari 3 April 1888 sampai 13 Pebruari 1891. “Prestasi” Jack The Ripper tentu belum apa – apa jika dibandingkan dengan pembunuh – pembunuh berantai yang lain, yang membunuh orang lebih banyak dari itu. Namun Jack dibicarakan karena tidak seorang pun yang benar – benar tahu siapa sebenarnya ia, dan kejahatan yang dilakukannya tidak mendatangkan hukuman baginya.

Jack membunuh wanita – wanita tuna susila dan mencincangnya, namun tetap membuat si mayat dikenali. Menurut saya, ini adalah sebuah fakta sejarah yang aneh. Bagaimana pembuhuh yang melakukan tindak pembunuhan semacam ini sampai tidak tersentuh hukum? Berangkat dari sinilah muncul analisis yang mengatakan bahwa si pembunuh adalah seorang kerabat kerajaan yang memiliki moral rendah. “Mikul Dhuwur, Mendhem Jero” sepertinya benar – benar ditaati oleh para aparat Inggris saat itu. Menjaga martabat keluarga kerajaan lebih didahulukan daripada memberikan rasa aman kepada rakyat.

Analisis lain muncul ketika mengetahui fakta lain yang menunjukkan bahwa mayat dibunuh secara “rapi”. Cara membunuh semacam ini mustahil dilakukan oleh seseorang yang tidak mengenal betul anatomi tubuh manusia. Karena itu, para analis menyimpulkan bahwa si pembunuh adalah seorang ahli bedah yang berpengalaman. Mengapa yang dibunuh adalah para wanita tuna susila? Oh, mungkin si pembunuh menganut ideologi tertentu yang menginginkan dunia bersih dari  “sampah – sampah” moral semacam itu. Fakta yang terus bermunculan, juga melahirkan analisis – analisis baru. Namun sekali lagi, itu tidak bisa mengungkap siapa sebenarnya si Jack itu.

Selain Jack The Ripper, Eka juga menulis tentang Raja Arthur, Lelaki dalam topeng besi, Notradamus, Robin Hood, dan Uri Geller. Raja Arthur sudah saya kenal sejak kecil karena ada film kartun yang mengadaptasinya. Begitu juga dengan Robin Hood yang melegenda. Saya mengenal Notradamus karena banyak kejadian besar di masa kita yang dikait – kaitkan dengan ramalannya. Mengenai Uri Geller, saya baru menemukannya di buku ini. Kalau mengenai si Uri Geller ini, anda seperti saya, silakan anda membacanya di buku ini.

Bagi anda yang menyukai kisah – kisah misteri, buku ini akan membuat anda tertarik. Penulis menyertakan banyak sekali rujukan – rujukan penting yang bisa jadi anda belum pernah membacanya. Namun banyaknya rujukan itu, bagi saya, alih – alih memperkuat analisis penulis malah membuat buku ini seperti kumpulan rujukan. Ketika mengutip tulisan Sarie Febrianie di harian KOMPAS tanggal 30 Mei 2010, penulis mengutip secara lengkap artikel Sarie itu bahkan sampai kata “Fiuhh” yang menutup artikel. Kebetulan saya juga membaca artikel itu di harian KOMPAS. Karena kutipan ini, buku ini seperti layaknya sebuah kliping saja.

Penulis sepertinya juga belum memikirkan agar buku yang ditulisnya ini benar – benar menjadi buku yang baru. Kalau saya tidak salah, penulis terinspirasi menulis buku ini karena menonton tayangan National Geographic: Mystery Files. Robin Hood, King Arthur, Nostradamus, Jack The Ripper dan Man in The Iron Mask adalah kisah – kisah misteri yang muncul di National Geographic Mystery Files. Pengaruh National Geographic ini begitu terasa lagi ketika kita melihat desain sampul yang berbingkai kuning.

Gambar dan foto yang muncul di halaman – halaman buku ini adalah gambar – gambar yang dengan amat mudah bisa anda dapatkan di internet. Sekali lagi, penggunaan gambar – gambar yang sudah ada di internet ini kembali menekankan betapa buku ini bukan buku “baru yang harus anda baca” jika anda penyuka kisah misteri.

Penulis memang menyertakan pemikirannya yang termuat dalam media massa nasional. Eka pernah menulis artikel yang berjudul “Hiperialitas dalam Kehidupan Nyata” di KOMPAS edisi 31 Desember 2007. Di artikel itu Eka menulis bahwa kisah – kisah misteri itu bahkan menjadi keuntungan lain bagi industry budaya. Rasa penasaran khalayak membuat kisah – kisah ini menjadi komoditas (dengan ditulisnya buku atau film yang mengacu ke kisah – kisah itu atau dengan membuat tempat terjadinya kisah misteri itu menjadi sebuah tujuan wisata ) yang mendatangkan laba. Namun, kelemahan buku yang saya tulis di atas menguatkan kesan bahwa Eka Nada Shofa Alkhajar ingin mengambil bagian dalam komoditas itu.


http://www.facebook.com/notes/review-buku/manusia-manusia-paling-misterius-di-dunia/263114033784323

Manusia-manusia Paling Misterius di Indonesia, review Muh Rio Nisafa




Sejarah adalah kisah tentang pemegang kekuasan

 Sekelumit quote di atas mengambarkan bahwa sejarah adalah sebuah keberpihakan. Jika pemegang kekuasaan suka warna ungu, maka buku pelajaran sejarah, nama jalan, penganugerahan tanda jasa hingga konstruksi masa lalu akan ditulis dengan tinta ungu. Sejarah menjadi menarik ketika pada periode berikutnya, pemegang kekuasaan berwarna coklat. Maka sejarah akan ditulis kembali dengan tinta coklat.

Nah di sinilah, tantangan kita, sebagai individu, untuk bisa membaca sejarah dengan lebih jujur. Tanpa melihat apa warna tinta yang ditorehkan oleh pemegang kekuasaan.

Begitu juga kerangka pemikiran saya ketika membaca buku "Manusia-manusia Paling Misterius di Indonesia". Sebuah buku cerdas karya sahabat saya, Anton WP.


Buku ini menarik minat saya, karena kemisteriusannya. Maksudnya saya, dari judulnya saja sudah menggugah minat saya untuk membawa buku ini ke kasir toko buku. Tapi keberuntungan berkata lain, saya sepakat dengan penulis untuk saling barter buku. Saya mengirim buku "Mereka Bilang, Gue Playboy" pada sahabat yang kini tinggal di tanah Borneo.

Dari 10 tokoh misterius yang diangkat di buku ini sebagian besar (8 orang) mempunyai latar belakang politik, yakni Gajah Mada, Syekh Siti Jenar,  Tan Malaka, Hang Tuah, Si Pitung, Supriyadi, Kahar Muzakkar, dan Syam Kamaruzaman.  Sedangkan sisanya yakni Ronggowarsito (lebih pada sastra/filsafat, meski menyerempet politik juga) dan Sudjana Kerton lebih misterius lagi karena diculik alien.

Saya ambil contoh tokoh Kahar Muzakkar, apakah dia seorang pejuang ataukah pemberontak? Dalam sudut pandang politik, maka pertanyaan ini akan mudah dijawab. Siapakah pemegang kekuasaan saat ini. Buku ini tidak menyimpulkan siapakah Kahar Muzakkar, tetapi lebih mendeskripsikan secara detail jalan hidupnya.  termasuk bagaimana ia "berpindah" dari pejuang ke "pemberontak". Apa yang melatarbelakanginya. Ataukan Kahar Muzakkar bertentangan dengan siapa mengenai apa ?

Begitu juga Syam Kamaruzaman, orang yang selalu dikaitkan dengan G30S/PKI atau Gestok (tergantung anda mo pilih yang mana... ini juga pilihan politik Anda). Kenapa ia tidak langsung (dihukum) mati seperti Aidit ? Apakah ia punya peran penting (atau peran lain) dalam peristiwa berdarah tersebut.  Bagaimana posisi Syam Kamaruzaman juga merupakan sebuah misteri tersendiri.

Sedangkan Si Pitung, pertanyaan mendasar apakah benar ia merupakan Robin Hood Van Batavia ? Menurut pendapat  pribadi saya, pitung hanyalah tokoh lokal di marunda (cmiiw) dan tidak membawa perubahan besar di negeri ini. meskipun begitu cerita tentang kesaktiannya hingga kematiannya selalu menarik perhatian banyak orang. Oya, ternyata pitung bukanlah nama asli, Anda akan mengetahui nama aslinya di buku ini.

Tahu kan tentang sosok Supriyadi, sang pemberontak PETA. Apakah alasan ia memberontak ? Ini sangat menarik bagi saya. Jika ia benar-benar nasionalis, kenapa ia masuk angkatan perang jepang yang bertugas mengawasi romusha, orang indonesia yang menjadi tenaga paksa. Lebih misterius lagi tentang kemunculan sejumlah orang yang mengaku(aku) sebagai  Supriyadi di tahun 2000-an.

Buku ini saya anjurkan bagi siapapun yang ingin obyektif dalam menilai sesuatu. Orang-orang ini menjadi misterius karena perubahan kekuasaan. (Atau justru pelanggengan kekuasaan). Dan buku ini membantu Anda untuk melihat kemisteriusan orang secara obyektif tanpa memandang sebagai kebenaran dari sisi penguasa saat ini.

eh, kalau menurut Anton WP..... menjadi playboy itu misterius gak ya ?? wakakkaka ......


link penerbit :
http://bukukatta.blogspot.com/2012/02/manusia-manusia-paling-misterius-di.html