Selasa, 01 Juni 2010

Samurai Cahaya, resensi J. Haryadi

Judul Buku : Samurai Cahaya ( Hikari No Tsurugi )
Pengarang : Hikozza
ISBN : 979-1032-14-8
Ukuran : 13.5 X 20.5 Cm
Halaman : 240 halaman
Terbit : 2008
Harga : Rp. 29.800
Kisah ini dimulai sekitar tahun 1338, ketika pasukan Ashikaga Takauji menang perang melawan Kitabake Akiie di Tennoji, Setsu. Semula Ashikaga adalah pengikut setia kaisar Go-Daigo. Dialah yang berhasil menundukkan keshogunan di Kamakura dan mengembalikan kekuasaan penuh kepada kaisar di Kyoto. Setelah dirinya menjadi kuat, ambisinya yang haus akan kekuasaan telah memicunya berbalik arah menentang kaisar yaitu dengan cara mendirikan keshogunan sendiri dan mengangkat dirinya sendiri menjadi pemimpin tertinggi. Sejak saat itu terjadi dualisme kekuasaan di wilayah Jepang, yaitu antara Kekaisaran Go-Daigi dan Keshogunan Ashikaga Takauji.
Novel bersampul gambar tangan seorang samurai yang tengah menghunus sebuah pedang dengan posisi menghadap kearah sebuah kastil tersebut telah memberikan ilustrasi yang kuat tentang sebuah ambisi seorang samurai yang haus kekuasaan. Kesan tersebut cukup beralasan mengingat isi buku ini penuh dengan adegan pergulatan batin tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Kesedihan, kebanggaan, dendam, kesetiaan, pengkhiatanan, kelicikan, keberuntungan, kesialan semua terangkum menjadi satu, sehingga pembaca akan larut dalam emosi ketika membacanya. Namun plot cerita yang berpindah dari satu segmen ke segmen lainnya terkadang cukup merepotkan pembaca untuk mengikuti alur ceritanya, sehingga ceritanya tidak terfokus ke salah satu tokoh. Mungkin hal ini disebabkan Hikozza ingin mengangkat kisah masing-masing tokoh tersebut satu persatu secara mendalam. Terlepas dari kekurangan tersebut, secara keseluruhan cerita dalam buku ini sangat menarik, bahkan layak untuk diangkat ke layar lebar.
Alur cerita mundur beberapa puluh tahun ke belakang, jauh sebelum penaklukan keshogunan di Kamakura oleh Ashikaga Takauji. Suatu malam. Sensei Kogawa Itsu, peramal paling ternama sejak masa Kamakura melihat empat bintang dari empat penjuru mata angin meluncur dengan kecepatan yang luar biasa, jatuh menuju satu titik tepat didepannya. Menurut ramalannya, hal Ini pertanda akan lahirnya empat orang besar, tanda yang hampir sama ketika suatu malam di tahun 1305, hujan turun dengan derasnya, petir menyambar berkali-kali membentuk garis-garis putih disebujur langit, waktu dimana hari itu Ashikaga Takauji, dilahirkan.
Di lain waktu, sensei Kogawa Itsu juga pernah mengalami hal yang aneh. Jutaan kumbang tiba-tiba terbang mengitari langit dan membuat angkasa menjadi hitam pekat. Mereka hanya terbang bergerombol sambil menimbulkan suara lengkingan yang menyakitkan telinga dan terus bergerak berputar-putar tanpa arah. Ia meramalkan akan ada orang besar lahir di saat itu. Dan apa yang dipikirkannya ternyata memang terbukti, hari itulah kelahiran Kitabatake Akiie, salah satu samurai kepercayaan Kaisar Go-Daigo
Tokoh lainnya yang sangat berpengaruh adalah Torigawa Tokoru, seorang shogun dan penguasa Gifu. Pemilik Kastil Merah keluarga Torigawa tersebut pernah mendapat pesan dari almarhum ayahnya, ketika pelantikannya sebagai shogun di Gifu. Ayahnya berpesan agar ia mengumpulkan empat orang samurai yang dilahirkan di hari yang penuh tanda untuk bergabung dengannya. Apabila hal tersebut terwujud, itulah waktunya untuk mengambil alih tanah Honshu dari Kekaisaran di Kyoto atau dari tangan Ashikaga. Itulah sebabnya ia selalu mencari bayi-bayi yang lahir di hari itu, namun hal tersebut tidaklah mudah, ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami.
Saingan kuat keluarga Torigawa adalah Korii Yamate, pemilik kastil terindah di Honshu. Korii memimpin keluarganya sejak usia 24 tahun, juga sangat berambisi untuk menjadi penguasa Honshu, bersaing dengan keluarga Torigawa di Gifu. Pada saat itu, Honshu dikuasai dua kekuasaan besar, yaitu klan Ashikaga Takauji dan kekuasaan Kaisar Do- Daigo diikuti oleh klan-klan atau keluarga-keluarga samurai yang ada. Dari semua yang menonjol adalah Torigawa di Gifu dan keluarga Korii di Kanazawa. Semua orang tahu kalau keduanya adalah pendukung Ashikaga Takauji, namun diam-diam keduanya saling berebut pengaruh dan mencari jalan untuk menghancurkan saingannya. Jadi, bukan tidak mustahil bila saatnya tiba, kedua keluarga tersebut bisa saling bunuh demi ambisi dan kekuasaan.
Salah satu cara untuk menjadi pemenang dalam persaingan mereka adalah dengan meminta dukungan dari empat orang samurai cahaya. Kedua keluarga tersebut terus berlomba dengan berbagai cara untuk menemukannya , tetapi siapakah yang lebih beruntung menemukan empat samurai istimewa tersebut, keluarga Korii Yamate atau keluarga Torigawa Tokoru ?
Siapakah sebenarnya ke empat samurai cahaya yang paling dicari-cari oleh Klan Torigawa dan Klan Korii ? Mengapa ke empat samurai tersebut begitu istimewa sehingga jadi rebutan kedua klan tersebut ? Bagaimana pula nasib yang akan menimpa ke empat samurai cahaya tersebut ? Apakah mereka bisa bertemu seperti seperti apa yang diramalkan Sensei Kogawa Itsu ?
Tentu anda mau tahu jawabannya bukan ? Jangan sampai Anda lewatkan untuk membaca buku setebal 240 halaman tersebut ! Silahkan Anda cari dan dapatkan buku terbitan penerbit bukukatta tersebut di seluruh jaringan toko buku Gramedia, Gunung Agung dan toko buku lainnya di kota Anda.
Selamat membaca dan semoga terhibur !
***

Tidak ada komentar: